Try Out SNBT 2025 PPU PBM 66

11

Try Out SNBT 2025 PPU PBM 66

Ini bagian dari soal asli SNBT tahun per tahun. Ada 15 soal dengan waktu 20 menit. Kerjakan dengan jujur karena ini bagian dari evaluasi.

The number of attempts remaining is 2

Isi dulu data diri yaah

1 / 14

(1) Semua orang pasti mengenal pendidikan. (2) Pendidikan adalah proses internalisasi budaya ke dalam diri seseorang dan masyarakat sehingga membuat orang dan masyarakat jadi beradab. (3) Pendidikan bukan hanya merupakan sarana transfer ilmu pengetahuan, tetapi lebih luas lagi, yakni sebagai sarana pembudayaan dan penyaluran nila (enkulturisasi dan sosialisasi). (4) Anak harus mendapatkan pendidikan yang menyentuh dimensi dasar kemanusiaan. (5) Dimensi kemanusiaan itu mencakup sekurang-kurangnya tiga hal paling mendasar.

(6) Pendidikan karakter adalah budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan, perasaan, dan tindakan. (7) Menurut Lickona, tanpa ketiga aspek itu, pendidikan karakter tidak akan efektif. (8) Dengan pendidikan karakter yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. (9) Kecerdasan emosi ini adalah bekal penting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan. (10) Terdapat sembilan pilar kecerdasan karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-NYA; kemandirian dan tanggung jawab; kejujuran/amanah dan diplomatis; hormat dan santun; dermawan, suka menolong, dan gotong royong/kerjasama; percaya diri dan pekerja keras; kepemimpinan dan keadilan; baik dan rendah hati; serta toleran dan cinta damai. (Dikutip dengan pengubahan dari blogdetik.com)
16. Mananakah gagasan utama paragraf ke-1?

2 / 14

(1) Semua orang pasti mengenal pendidikan. (2) Pendidikan adalah proses internalisasi budaya ke dalam diri seseorang dan masyarakat sehingga membuat orang dan masyarakat jadi beradab. (3) Pendidikan bukan hanya merupakan sarana transfer ilmu pengetahuan, tetapi lebih luas lagi, yakni sebagai sarana pembudayaan dan penyaluran nila (enkulturisasi dan sosialisasi). (4) Anak harus mendapatkan pendidikan yang menyentuh dimensi dasar kemanusiaan. (5) Dimensi kemanusiaan itu mencakup sekurang-kurangnya tiga hal paling mendasar.

(6) Pendidikan karakter adalah budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan, perasaan, dan tindakan. (7) Menurut Lickona, tanpa ketiga aspek itu, pendidikan karakter tidak akan efektif. (8) Dengan pendidikan karakter yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. (9) Kecerdasan emosi ini adalah bekal penting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan. (10) Terdapat sembilan pilar kecerdasan karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-NYA; kemandirian dan tanggung jawab; kejujuran/amanah dan diplomatis; hormat dan santun; dermawan, suka menolong, dan gotong royong/kerjasama; percaya diri dan pekerja keras; kepemimpinan dan keadilan; baik dan rendah hati; serta toleran dan cinta damai. (Dikutip dengan pengubahan dari blogdetik.com)
17. Manakah pertanyaan yang jawabannya terdapat dalam paragraf ke-2?

3 / 14

(1) Semua orang pasti mengenal pendidikan. (2) Pendidikan adalah proses internalisasi budaya ke dalam diri seseorang dan masyarakat sehingga membuat orang dan masyarakat jadi beradab. (3) Pendidikan bukan hanya merupakan sarana transfer ilmu pengetahuan, tetapi lebih luas lagi, yakni sebagai sarana pembudayaan dan penyaluran nila (enkulturisasi dan sosialisasi). (4) Anak harus mendapatkan pendidikan yang menyentuh dimensi dasar kemanusiaan. (5) Dimensi kemanusiaan itu mencakup sekurang-kurangnya tiga hal paling mendasar.

(6) Pendidikan karakter adalah budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan, perasaan, dan tindakan. (7) Menurut Lickona, tanpa ketiga aspek itu, pendidikan karakter tidak akan efektif. (8) Dengan pendidikan karakter yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. (9) Kecerdasan emosi ini adalah bekal penting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan. (10) Terdapat sembilan pilar kecerdasan karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-NYA; kemandirian dan tanggung jawab; kejujuran/amanah dan diplomatis; hormat dan santun; dermawan, suka menolong, dan gotong royong/kerjasama; percaya diri dan pekerja keras; kepemimpinan dan keadilan; baik dan rendah hati; serta toleran dan cinta damai. (Dikutip dengan pengubahan dari blogdetik.com)
18. Apa perbedaan gagasan antarparagraf dalam teks tersebut?

4 / 14

(1) Semua orang pasti mengenal pendidikan. (2) Pendidikan adalah proses internalisasi budaya ke dalam diri seseorang dan masyarakat sehingga membuat orang dan masyarakat jadi beradab. (3) Pendidikan bukan hanya merupakan sarana transfer ilmu pengetahuan, tetapi lebih luas lagi, yakni sebagai sarana pembudayaan dan penyaluran nila (enkulturisasi dan sosialisasi). (4) Anak harus mendapatkan pendidikan yang menyentuh dimensi dasar kemanusiaan. (5) Dimensi kemanusiaan itu mencakup sekurang-kurangnya tiga hal paling mendasar.

(6) Pendidikan karakter adalah budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan, perasaan, dan tindakan. (7) Menurut Lickona, tanpa ketiga aspek itu, pendidikan karakter tidak akan efektif. (8) Dengan pendidikan karakter yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. (9) Kecerdasan emosi ini adalah bekal penting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan. (10) Terdapat sembilan pilar kecerdasan karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-NYA; kemandirian dan tanggung jawab; kejujuran/amanah dan diplomatis; hormat dan santun; dermawan, suka menolong, dan gotong royong/kerjasama; percaya diri dan pekerja keras; kepemimpinan dan keadilan; baik dan rendah hati; serta toleran dan cinta damai. (Dikutip dengan pengubahan dari blogdetik.com)
19. Apa kelemahan isi paragraf ke-1?

5 / 14

(1) Pragmatisme telah menjangkiti penyelenggaraan dunia pendidikan kita, mulai dari SD sampai dengan perguruan tinggi. (2) Tujuan pendidikan yang menurut Pembukaan UUD 1945 mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara, mengalami pendangkalan, karena digantikan jargon- jargon popular seperti “memproduksi manusia unggul, berdaya saing global, dan mampu memenuhi tuntutan kebutuhan pasar.”

(3) Menjadi persoalan besar, ketika indikasi yang sangat instrumental ini mengambil alih arah dan tujuan penyelenggaraan pendidikan di negara kita. (4) Keberhasilan pendidikan semestinya tidak hanya diukur dari kompetensi anak didik tetapi juga kebiasaan dalam sikap, tindakan, ketajaman intuisi, dan nurani sebagai pendidikan yang terjadi adalah kolonisasi homo economicus. (6) Alihalih menerapkan kriteria pendidikan, pada pendidikan kita justru lebih sibuk menerapkan nalar industri dan memburu ISO. (7) Mutu tata kelola pendidikanpun didefinisikan berdasarkan kepuasaan pelanggan. (8) Pasar menjadi kata penentu dalam sebuah keputusan. (9) Momok terbesar perguan tinggi sekarang ini adalah jika lulusannya tak laku di pasar.

(10) Dominasi nalar ekonomi ini membuat nalar praktis dan epistemik tenggalam di bawah nalar instrumental. (11) Orang diajarkan jadi “tukar nalar” yang tahu mencapai tujuan tetapi tak mampu menimbang baik-buruk tujuan. (12) Cita-cita mendidikan warga negara dialihkan jadi mendidikan konsumen yang tentu saja tak diajarkan bersikap kritis, rasional, abstrak-imajinatif-kreatif demi kebaikan hidup bersama. (13) Sebaliknya, mereka dididik hasratnya untuk menyerap segala hal gemerlap yang ditawarkan pasar. (dikutip dengan pengubahan seperlunya dari Kompas, 26 Desember 2012)
20. Pengunaan kata yang tidak tepat terdapat pada kata

6 / 14

(1) Pragmatisme telah menjangkiti penyelenggaraan dunia pendidikan kita, mulai dari SD sampai dengan perguruan tinggi. (2) Tujuan pendidikan yang menurut Pembukaan UUD 1945 mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara, mengalami pendangkalan, karena digantikan jargon- jargon popular seperti “memproduksi manusia unggul, berdaya saing global, dan mampu memenuhi tuntutan kebutuhan pasar.”

(3) Menjadi persoalan besar, ketika indikasi yang sangat instrumental ini mengambil alih arah dan tujuan penyelenggaraan pendidikan di negara kita. (4) Keberhasilan pendidikan semestinya tidak hanya diukur dari kompetensi anak didik tetapi juga kebiasaan dalam sikap, tindakan, ketajaman intuisi, dan nurani sebagai pendidikan yang terjadi adalah kolonisasi homo economicus. (6) Alihalih menerapkan kriteria pendidikan, pada pendidikan kita justru lebih sibuk menerapkan nalar industri dan memburu ISO. (7) Mutu tata kelola pendidikanpun didefinisikan berdasarkan kepuasaan pelanggan. (8) Pasar menjadi kata penentu dalam sebuah keputusan. (9) Momok terbesar perguan tinggi sekarang ini adalah jika lulusannya tak laku di pasar.

(10) Dominasi nalar ekonomi ini membuat nalar praktis dan epistemik tenggalam di bawah nalar instrumental. (11) Orang diajarkan jadi “tukar nalar” yang tahu mencapai tujuan tetapi tak mampu menimbang baik-buruk tujuan. (12) Cita-cita mendidikan warga negara dialihkan jadi mendidikan konsumen yang tentu saja tak diajarkan bersikap kritis, rasional, abstrak-imajinatif-kreatif demi kebaikan hidup bersama. (13) Sebaliknya, mereka dididik hasratnya untuk menyerap segala hal gemerlap yang ditawarkan pasar. (dikutip dengan pengubahan seperlunya dari Kompas, 26 Desember 2012)
21. Kata ini pada kalimat 10 merujuk pada…

7 / 14

(1) Pragmatisme telah menjangkiti penyelenggaraan dunia pendidikan kita, mulai dari SD sampai dengan perguruan tinggi. (2) Tujuan pendidikan yang menurut Pembukaan UUD 1945 mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara, mengalami pendangkalan, karena digantikan jargon- jargon popular seperti “memproduksi manusia unggul, berdaya saing global, dan mampu memenuhi tuntutan kebutuhan pasar.”

(3) Menjadi persoalan besar, ketika indikasi yang sangat instrumental ini mengambil alih arah dan tujuan penyelenggaraan pendidikan di negara kita. (4) Keberhasilan pendidikan semestinya tidak hanya diukur dari kompetensi anak didik tetapi juga kebiasaan dalam sikap, tindakan, ketajaman intuisi, dan nurani sebagai pendidikan yang terjadi adalah kolonisasi homo economicus. (6) Alihalih menerapkan kriteria pendidikan, pada pendidikan kita justru lebih sibuk menerapkan nalar industri dan memburu ISO. (7) Mutu tata kelola pendidikanpun didefinisikan berdasarkan kepuasaan pelanggan. (8) Pasar menjadi kata penentu dalam sebuah keputusan. (9) Momok terbesar perguan tinggi sekarang ini adalah jika lulusannya tak laku di pasar.

(10) Dominasi nalar ekonomi ini membuat nalar praktis dan epistemik tenggalam di bawah nalar instrumental. (11) Orang diajarkan jadi “tukar nalar” yang tahu mencapai tujuan tetapi tak mampu menimbang baik-buruk tujuan. (12) Cita-cita mendidikan warga negara dialihkan jadi mendidikan konsumen yang tentu saja tak diajarkan bersikap kritis, rasional, abstrak-imajinatif-kreatif demi kebaikan hidup bersama. (13) Sebaliknya, mereka dididik hasratnya untuk menyerap segala hal gemerlap yang ditawarkan pasar. (dikutip dengan pengubahan seperlunya dari Kompas, 26 Desember 2012)
22. Kesalahan penggunaan ejaan ditemukan pada kalimat

8 / 14

(1) Pragmatisme telah menjangkiti penyelenggaraan dunia pendidikan kita, mulai dari SD sampai dengan perguruan tinggi. (2) Tujuan pendidikan yang menurut Pembukaan UUD 1945 mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara, mengalami pendangkalan, karena digantikan jargon- jargon popular seperti “memproduksi manusia unggul, berdaya saing global, dan mampu memenuhi tuntutan kebutuhan pasar.”

(3) Menjadi persoalan besar, ketika indikasi yang sangat instrumental ini mengambil alih arah dan tujuan penyelenggaraan pendidikan di negara kita. (4) Keberhasilan pendidikan semestinya tidak hanya diukur dari kompetensi anak didik tetapi juga kebiasaan dalam sikap, tindakan, ketajaman intuisi, dan nurani sebagai pendidikan yang terjadi adalah kolonisasi homo economicus. (6) Alihalih menerapkan kriteria pendidikan, pada pendidikan kita justru lebih sibuk menerapkan nalar industri dan memburu ISO. (7) Mutu tata kelola pendidikanpun didefinisikan berdasarkan kepuasaan pelanggan. (8) Pasar menjadi kata penentu dalam sebuah keputusan. (9) Momok terbesar perguan tinggi sekarang ini adalah jika lulusannya tak laku di pasar.

(10) Dominasi nalar ekonomi ini membuat nalar praktis dan epistemik tenggalam di bawah nalar instrumental. (11) Orang diajarkan jadi “tukar nalar” yang tahu mencapai tujuan tetapi tak mampu menimbang baik-buruk tujuan. (12) Cita-cita mendidikan warga negara dialihkan jadi mendidikan konsumen yang tentu saja tak diajarkan bersikap kritis, rasional, abstrak-imajinatif-kreatif demi kebaikan hidup bersama. (13) Sebaliknya, mereka dididik hasratnya untuk menyerap segala hal gemerlap yang ditawarkan pasar. (dikutip dengan pengubahan seperlunya dari Kompas, 26 Desember 2012)
23. Bagaimanakah hubungan isi antarparagraf dalam teks di atas?

9 / 14

(1) Pragmatisme telah menjangkiti penyelenggaraan dunia pendidikan kita, mulai dari SD sampai dengan perguruan tinggi. (2) Tujuan pendidikan yang menurut Pembukaan UUD 1945 mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara, mengalami pendangkalan, karena digantikan jargon- jargon popular seperti “memproduksi manusia unggul, berdaya saing global, dan mampu memenuhi tuntutan kebutuhan pasar.”

(3) Menjadi persoalan besar, ketika indikasi yang sangat instrumental ini mengambil alih arah dan tujuan penyelenggaraan pendidikan di negara kita. (4) Keberhasilan pendidikan semestinya tidak hanya diukur dari kompetensi anak didik tetapi juga kebiasaan dalam sikap, tindakan, ketajaman intuisi, dan nurani sebagai pendidikan yang terjadi adalah kolonisasi homo economicus. (6) Alihalih menerapkan kriteria pendidikan, pada pendidikan kita justru lebih sibuk menerapkan nalar industri dan memburu ISO. (7) Mutu tata kelola pendidikanpun didefinisikan berdasarkan kepuasaan pelanggan. (8) Pasar menjadi kata penentu dalam sebuah keputusan. (9) Momok terbesar perguan tinggi sekarang ini adalah jika lulusannya tak laku di pasar.

(10) Dominasi nalar ekonomi ini membuat nalar praktis dan epistemik tenggalam di bawah nalar instrumental. (11) Orang diajarkan jadi “tukar nalar” yang tahu mencapai tujuan tetapi tak mampu menimbang baik-buruk tujuan. (12) Cita-cita mendidikan warga negara dialihkan jadi mendidikan konsumen yang tentu saja tak diajarkan bersikap kritis, rasional, abstrak-imajinatif-kreatif demi kebaikan hidup bersama. (13) Sebaliknya, mereka dididik hasratnya untuk menyerap segala hal gemerlap yang ditawarkan pasar. (dikutip dengan pengubahan seperlunya dari Kompas, 26 Desember 2012)
24. Mengapa cara berpikir ekonomis tidak ideal untuk mengukur tujuan pendidikan?

10 / 14

(1) Fenomena yang terjadi memang menunjukkan bahwa semakin tinggi populasi kemiskinan, akan makin banyak munculnya pasar tradisional. (2) Di pihak lain semakin tinggi pendapatan rata-rata masyarakat per kapita, semakin besar kelompok konsumen menengah ke atas. (3) Pola konsumsi juga dengan sendirinya akan berubah ke pasar modern yang fisiknya jauh lebih baik dibandingkan dengan pasar tradisional, seperti kenyamanan, keamanan, kebersihan, dan parkir yang luas. (4) Survei yang dilakukan CESS (1998) bahwa tempat yang Iebih nyaman merupakan faktor utama dari konsumen dalam memilih pasar, kemudian baru harga dan kebebasan untuk melihat-lihat pada posisi ketiga.

(5) Memang terjadi kecenderungan pergeseran pengeluaran uang para pembeli dari pasar tradisional ke pasar modern. (6) Survei AC Nielson (2005) menemukan bahwa. konsumen di kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya, cenderung membelanjakan sebagian besar uangnya ke pasar swalayan. (7) Hal ini ditunjukkan peningkatan yang cukup besar dalam setahun yakni dari sekitar 35% pada tahun 2001 menjadi 48% pada tahun 2002. (8) Sebaliknya, persentase dari total konsumen ke pasar tradisional mengalami penurunan dari 65% ke 52% dalam waktu yang sama. (9) Khususnya di Jakarta minat konsumen berbelanja ke pasar swalayan meningkat cukup signifikan dari sekitar 31% pada tahun 2001 menjadi 48% pada tahun 2002. (10) Sedangkan yang ke pasar tradisional menurun dan 69% ke 52% selama periode yang sama. (11) Berkut ini disajikan beberapa alasan konsumen atas peralihan sikapnya dalam memandang kunjungan ke pasar tradisional. Tabel Alasan Konsumen Kurang Berminat Berkunjung ke Pasar Tradisional

25. Pernyataan yang manakah yang sesuai dengan isi tabel tersebut?

11 / 14

(1) Fenomena yang terjadi memang menunjukkan bahwa semakin tinggi populasi kemiskinan, akan makin banyak munculnya pasar tradisional. (2) Di pihak lain semakin tinggi pendapatan rata-rata masyarakat per kapita, semakin besar kelompok konsumen menengah ke atas. (3) Pola konsumsi juga dengan sendirinya akan berubah ke pasar modern yang fisiknya jauh lebih baik dibandingkan dengan pasar tradisional, seperti kenyamanan, keamanan, kebersihan, dan parkir yang luas. (4) Survei yang dilakukan CESS (1998) bahwa tempat yang Iebih nyaman merupakan faktor utama dari konsumen dalam memilih pasar, kemudian baru harga dan kebebasan untuk melihat-lihat pada posisi ketiga.

(5) Memang terjadi kecenderungan pergeseran pengeluaran uang para pembeli dari pasar tradisional ke pasar modern. (6) Survei AC Nielson (2005) menemukan bahwa. konsumen di kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya, cenderung membelanjakan sebagian besar uangnya ke pasar swalayan. (7) Hal ini ditunjukkan peningkatan yang cukup besar dalam setahun yakni dari sekitar 35% pada tahun 2001 menjadi 48% pada tahun 2002. (8) Sebaliknya, persentase dari total konsumen ke pasar tradisional mengalami penurunan dari 65% ke 52% dalam waktu yang sama. (9) Khususnya di Jakarta minat konsumen berbelanja ke pasar swalayan meningkat cukup signifikan dari sekitar 31% pada tahun 2001 menjadi 48% pada tahun 2002. (10) Sedangkan yang ke pasar tradisional menurun dan 69% ke 52% selama periode yang sama. (11) Berkut ini disajikan beberapa alasan konsumen atas peralihan sikapnya dalam memandang kunjungan ke pasar tradisional. Tabel Alasan Konsumen Kurang Berminat Berkunjung ke Pasar Tradisional

26. Kalimat yang tidak efektif terdapat pada…

12 / 14

(1) Fenomena yang terjadi memang menunjukkan bahwa semakin tinggi populasi kemiskinan, akan makin banyak munculnya pasar tradisional. (2) Di pihak lain semakin tinggi pendapatan rata-rata masyarakat per kapita, semakin besar kelompok konsumen menengah ke atas. (3) Pola konsumsi juga dengan sendirinya akan berubah ke pasar modern yang fisiknya jauh lebih baik dibandingkan dengan pasar tradisional, seperti kenyamanan, keamanan, kebersihan, dan parkir yang luas. (4) Survei yang dilakukan CESS (1998) bahwa tempat yang Iebih nyaman merupakan faktor utama dari konsumen dalam memilih pasar, kemudian baru harga dan kebebasan untuk melihat-lihat pada posisi ketiga.

(5) Memang terjadi kecenderungan pergeseran pengeluaran uang para pembeli dari pasar tradisional ke pasar modern. (6) Survei AC Nielson (2005) menemukan bahwa. konsumen di kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya, cenderung membelanjakan sebagian besar uangnya ke pasar swalayan. (7) Hal ini ditunjukkan peningkatan yang cukup besar dalam setahun yakni dari sekitar 35% pada tahun 2001 menjadi 48% pada tahun 2002. (8) Sebaliknya, persentase dari total konsumen ke pasar tradisional mengalami penurunan dari 65% ke 52% dalam waktu yang sama. (9) Khususnya di Jakarta minat konsumen berbelanja ke pasar swalayan meningkat cukup signifikan dari sekitar 31% pada tahun 2001 menjadi 48% pada tahun 2002. (10) Sedangkan yang ke pasar tradisional menurun dan 69% ke 52% selama periode yang sama. (11) Berkut ini disajikan beberapa alasan konsumen atas peralihan sikapnya dalam memandang kunjungan ke pasar tradisional. Tabel Alasan Konsumen Kurang Berminat Berkunjung ke Pasar Tradisional

27. Simpulan manakah yang paling tepat untuk teks tersebut?

13 / 14

(1) Fenomena yang terjadi memang menunjukkan bahwa semakin tinggi populasi kemiskinan, akan makin banyak munculnya pasar tradisional. (2) Di pihak lain semakin tinggi pendapatan rata-rata masyarakat per kapita, semakin besar kelompok konsumen menengah ke atas. (3) Pola konsumsi juga dengan sendirinya akan berubah ke pasar modern yang fisiknya jauh lebih baik dibandingkan dengan pasar tradisional, seperti kenyamanan, keamanan, kebersihan, dan parkir yang luas. (4) Survei yang dilakukan CESS (1998) bahwa tempat yang Iebih nyaman merupakan faktor utama dari konsumen dalam memilih pasar, kemudian baru harga dan kebebasan untuk melihat-lihat pada posisi ketiga.

(5) Memang terjadi kecenderungan pergeseran pengeluaran uang para pembeli dari pasar tradisional ke pasar modern. (6) Survei AC Nielson (2005) menemukan bahwa. konsumen di kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya, cenderung membelanjakan sebagian besar uangnya ke pasar swalayan. (7) Hal ini ditunjukkan peningkatan yang cukup besar dalam setahun yakni dari sekitar 35% pada tahun 2001 menjadi 48% pada tahun 2002. (8) Sebaliknya, persentase dari total konsumen ke pasar tradisional mengalami penurunan dari 65% ke 52% dalam waktu yang sama. (9) Khususnya di Jakarta minat konsumen berbelanja ke pasar swalayan meningkat cukup signifikan dari sekitar 31% pada tahun 2001 menjadi 48% pada tahun 2002. (10) Sedangkan yang ke pasar tradisional menurun dan 69% ke 52% selama periode yang sama. (11) Berkut ini disajikan beberapa alasan konsumen atas peralihan sikapnya dalam memandang kunjungan ke pasar tradisional. Tabel Alasan Konsumen Kurang Berminat Berkunjung ke Pasar Tradisional

28. Penulis teks tersebut bertujuan agar pembaca ….

14 / 14

(1) Fenomena yang terjadi memang menunjukkan bahwa semakin tinggi populasi kemiskinan, akan makin banyak munculnya pasar tradisional. (2) Di pihak lain semakin tinggi pendapatan rata-rata masyarakat per kapita, semakin besar kelompok konsumen menengah ke atas. (3) Pola konsumsi juga dengan sendirinya akan berubah ke pasar modern yang fisiknya jauh lebih baik dibandingkan dengan pasar tradisional, seperti kenyamanan, keamanan, kebersihan, dan parkir yang luas. (4) Survei yang dilakukan CESS (1998) bahwa tempat yang Iebih nyaman merupakan faktor utama dari konsumen dalam memilih pasar, kemudian baru harga dan kebebasan untuk melihat-lihat pada posisi ketiga.

(5) Memang terjadi kecenderungan pergeseran pengeluaran uang para pembeli dari pasar tradisional ke pasar modern. (6) Survei AC Nielson (2005) menemukan bahwa. konsumen di kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya, cenderung membelanjakan sebagian besar uangnya ke pasar swalayan. (7) Hal ini ditunjukkan peningkatan yang cukup besar dalam setahun yakni dari sekitar 35% pada tahun 2001 menjadi 48% pada tahun 2002. (8) Sebaliknya, persentase dari total konsumen ke pasar tradisional mengalami penurunan dari 65% ke 52% dalam waktu yang sama. (9) Khususnya di Jakarta minat konsumen berbelanja ke pasar swalayan meningkat cukup signifikan dari sekitar 31% pada tahun 2001 menjadi 48% pada tahun 2002. (10) Sedangkan yang ke pasar tradisional menurun dan 69% ke 52% selama periode yang sama. (11) Berkut ini disajikan beberapa alasan konsumen atas peralihan sikapnya dalam memandang kunjungan ke pasar tradisional. Tabel Alasan Konsumen Kurang Berminat Berkunjung ke Pasar Tradisional

29. Apa kelemahan isi teks tersebut?

Your score is

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *