BACAAN I
Ada sesuatu yang membuat kacau balau. Pecandu internet di pinggiran Maryland yang petama-tama dibuat berang berkomunikasi karena dengan gagal network (jaringan) global. Mereka yang berhasil kontak tidak berdaya menghadapi drive komputer tersumbat oleh banjir pesan e mail sampah membuat ribuan baris berita yang muncul bersamaan. Sedang para manajer yang mengelola situs informasi pada World Wide Web, yaitu suatu bagian multimedia internet yang popular, tertegun melihat komputer serve-nya tersendat dan mogok akibat kewalahan melayani ratusan permintaan data yang ribu menyerbu sekaligus.
Baru beberapa jam kemudian para insinyur di perusahaan-perusahaan telepon, lab-lab departemen pertahanan pertahanan di universitas-universitas mulai mencurigai, bahwa banjir lintas data yang melanda. Jaringan internet di Pantai Barat Amerika ini bukan kecelakaan. Gejalanya tampak dari paket data yang membanjiri jaringan kerja ini terus-menerus berubah alamat sumbernya. Semuanya mengarah ke kesimpulan bahwa data yang jahil ini datang dari suatu tempat di Eropa Timur.
Beberapa hari kemudian— setelah listrik padam, semua telepon tak putus-putus bernada sibuk, perdagangan saham di pasar modal New York terhenti (meskipun tidak ada badai salju), anjungan tunai mandiri (ATM) dan mesin teller automatik mulai mendebit dan mengkredit jutaan dolar rekening para nasabah secara random, pesan tempat pada penerbangan-penerbangan kacau, dan bahkan control lalu-lintas udara tidak menghentak berfungsi—kengerian kesadaran: Amerika mendapat serangan perang Cyber, perang melalui jaringan komputer. Bom telah meledak dan melumpuhkan jaringan Sistem pertahanan dan jaringan kehidupan.
Tentu saja ini fiksi. Tetapi scenario semacam ini membuat pentagon was-was. Geoffrey Baehr, seorang pakar teknologi di Silicon Valley, mengatakan bahwa upload-ing, menuang paket data khusus data cacing ke network komputer dapat melumpuhkan ekonomi dan pertahanan suatu negara seefektif pulsa elektromagnetik detonasi nuklir, untuk tujuan yang sama. Enam kali latihan perang cyber telah dilaksanakan berdasar metode yang dirintis oleh Roger Molander, seorang analis senior. Peserta pelatihan dipilih di antara lembaga keamanan pemerintahan dan industri pertahanan. Diberitahu bahwa negara gawat akibat “serangan bom info”, tugas mereka adalah dalam waktu lima puluh menit mengajukan serangkaian saran kepada “panglima tertinggi” untuk mengatasinya.
Pelatihan Dr. Molander tersebut lebih banyak menimbulkan pertanyaan daripada memecahkan masalah. Meskipun demikian, pelatihan ini meyakinkan para panglima militer bahwa cyber-info dapat merupakan ancaman yang lebih tajam daripada peluru dan lebih dahsyat daripada bom berkepala nuklir. depertemen pertahanan Khususnya, menyadari bahwa usaha-usaha mempertahankan negara, mulai dari menembakkan roket berkepala nuklir sampai memobilisasi pasukan dalam situasi gawat, tidak dapat terlepas dari network sipil.
9. Menurut Molander, berapa lama bom-info dapat dijinakan?