Mini TO UNS Literasi Bahasa Indonesia

28

Mini TO UNS Literasi Bahasa Indonesia

Anda punya waktu 14 menit untuk mengerjakan 10 soal. Kerjakan dengan jujur sebab ini bahan evaluasi kalian. Anda punya kesempatan tiga kali pengerjaan.Kerjakan di laptop atau tablet agar lebih optimal secara tampilan.

The number of attempts remaining is 3

Isi dulu data diri yaah

1 / 10

Hasil survei kesehatan rumah tangga Kementerian
Kesehatan 10 tahun terakhir menunjukkan penyakit
kardiovaskuler menjadi penyebab kematian paling
tinggi, padahal pada tahun 1972, penyakit ini
menempati urutan kesebelas. Penyakit ini disebabkan
oleh tingginya kadar kolesterol total, kolesterol jahat
yang dikenal dengan singkatan LDL (Low Density
Lipoprotein), dan trigliserida usus, serta penurunan
kadar kolesterol baik atau High Density Lipoprotein
(LHD) dalam darah. Peningkatan itu disebabkan oleh
dampak modernisasi yang mengubah perilaku
sebagian masyarakat Indonesia menjadi pengonsumsi
makanan rendah serat dan tinggi lemak.

Berdasarkan penelitian dr. Rustika dari Badan
Penelitian Dan Pengembangan Kementerian
Kesehatan, dari 29,7 gram per hari asam lemak jenuh
yang dikonsumsi masyarakat, hanya 20 % atau 5,98
gram per hari berasal dari makanan nongorengan,
sedangkan 80 % atau 23,77 gram per hari berasal dari
makanan gorengan. “Kebiasaan memakan makanan
yang seperti itu yang berlebihan berbahaya bagi
kesehatan, terutama penyakit degeneratif,” ujar
dokter Toni.

Penyakit degeneratif sebenarnya istilah medis
untuk penyakit yang muncul akibat proses
kemunduran fungsi sel tubuh, dari keadaan normal
menjadi lebih buruk. Stroke, penyakit jantung koroner
atau kardiovaskuler, diabetes millitus, obesitas, asma,
dan penyakit tidak menular lainnya digolongkan ke
dalam penyakit degeneratif. Menurut WHO, penyakit
degeneratif menjadi pembunuh manusia terbesar.
Angka kematian tertinggi ada di negara‐negara dengan
pendapatan nasional rendah atau tinggi. Penyakit
degeneratif dapat dicegah dengan meminimalkan
faktor‐faktor risiko penyebabnya. Faktor risiko itu
antara lain pola makan yang tidak sehat, kurangnya
aktivitas fisik, serta konsumsi rokok. Jika sedari awal
sudah menghindari risiko dan menjalani hidup sehat,
orang akan hidup lebih lama, sehat, dan mandiri.
(Majalah Tempo, edisi 7 – 13 Febr 2011)
26. Wacana di atas berbicara tentang….

2 / 10

Hasil survei kesehatan rumah tangga Kementerian
Kesehatan 10 tahun terakhir menunjukkan penyakit
kardiovaskuler menjadi penyebab kematian paling
tinggi, padahal pada tahun 1972, penyakit ini
menempati urutan kesebelas. Penyakit ini disebabkan
oleh tingginya kadar kolesterol total, kolesterol jahat
yang dikenal dengan singkatan LDL (Low Density
Lipoprotein), dan trigliserida usus, serta penurunan
kadar kolesterol baik atau High Density Lipoprotein
(LHD) dalam darah. Peningkatan itu disebabkan oleh
dampak modernisasi yang mengubah perilaku
sebagian masyarakat Indonesia menjadi pengonsumsi
makanan rendah serat dan tinggi lemak.

Berdasarkan penelitian dr. Rustika dari Badan
Penelitian Dan Pengembangan Kementerian
Kesehatan, dari 29,7 gram per hari asam lemak jenuh
yang dikonsumsi masyarakat, hanya 20 % atau 5,98
gram per hari berasal dari makanan nongorengan,
sedangkan 80 % atau 23,77 gram per hari berasal dari
makanan gorengan. “Kebiasaan memakan makanan
yang seperti itu yang berlebihan berbahaya bagi
kesehatan, terutama penyakit degeneratif,” ujar
dokter Toni.

Penyakit degeneratif sebenarnya istilah medis
untuk penyakit yang muncul akibat proses
kemunduran fungsi sel tubuh, dari keadaan normal
menjadi lebih buruk. Stroke, penyakit jantung koroner
atau kardiovaskuler, diabetes millitus, obesitas, asma,
dan penyakit tidak menular lainnya digolongkan ke
dalam penyakit degeneratif. Menurut WHO, penyakit
degeneratif menjadi pembunuh manusia terbesar.
Angka kematian tertinggi ada di negara‐negara dengan
pendapatan nasional rendah atau tinggi. Penyakit
degeneratif dapat dicegah dengan meminimalkan
faktor‐faktor risiko penyebabnya. Faktor risiko itu
antara lain pola makan yang tidak sehat, kurangnya
aktivitas fisik, serta konsumsi rokok. Jika sedari awal
sudah menghindari risiko dan menjalani hidup sehat,
orang akan hidup lebih lama, sehat, dan mandiri.
(Majalah Tempo, edisi 7 – 13 Febr 2011)
27. Wacana di atas mengisyaratkan adanya….

3 / 10

Hasil survei kesehatan rumah tangga Kementerian
Kesehatan 10 tahun terakhir menunjukkan penyakit
kardiovaskuler menjadi penyebab kematian paling
tinggi, padahal pada tahun 1972, penyakit ini
menempati urutan kesebelas. Penyakit ini disebabkan
oleh tingginya kadar kolesterol total, kolesterol jahat
yang dikenal dengan singkatan LDL (Low Density
Lipoprotein), dan trigliserida usus, serta penurunan
kadar kolesterol baik atau High Density Lipoprotein
(LHD) dalam darah. Peningkatan itu disebabkan oleh
dampak modernisasi yang mengubah perilaku
sebagian masyarakat Indonesia menjadi pengonsumsi
makanan rendah serat dan tinggi lemak.

Berdasarkan penelitian dr. Rustika dari Badan
Penelitian Dan Pengembangan Kementerian
Kesehatan, dari 29,7 gram per hari asam lemak jenuh
yang dikonsumsi masyarakat, hanya 20 % atau 5,98
gram per hari berasal dari makanan nongorengan,
sedangkan 80 % atau 23,77 gram per hari berasal dari
makanan gorengan. “Kebiasaan memakan makanan
yang seperti itu yang berlebihan berbahaya bagi
kesehatan, terutama penyakit degeneratif,” ujar
dokter Toni.

Penyakit degeneratif sebenarnya istilah medis
untuk penyakit yang muncul akibat proses
kemunduran fungsi sel tubuh, dari keadaan normal
menjadi lebih buruk. Stroke, penyakit jantung koroner
atau kardiovaskuler, diabetes millitus, obesitas, asma,
dan penyakit tidak menular lainnya digolongkan ke
dalam penyakit degeneratif. Menurut WHO, penyakit
degeneratif menjadi pembunuh manusia terbesar.
Angka kematian tertinggi ada di negara‐negara dengan
pendapatan nasional rendah atau tinggi. Penyakit
degeneratif dapat dicegah dengan meminimalkan
faktor‐faktor risiko penyebabnya. Faktor risiko itu
antara lain pola makan yang tidak sehat, kurangnya
aktivitas fisik, serta konsumsi rokok. Jika sedari awal
sudah menghindari risiko dan menjalani hidup sehat,
orang akan hidup lebih lama, sehat, dan mandiri.
(Majalah Tempo, edisi 7 – 13 Febr 2011)
28. Penyakit degeneratif dalam wacana di atas
dilukiskan sebagai….

4 / 10

Soal nomor 29 – 32 bacalah wacana berikut !
Meletusnya “revolusi” dengan satu tujuan
pergantian kekuasaan di seluruh Timur Tengah
belakangan ini menjadi pertanda akan tercapainya
final dari sebuah proyek globalisasi. Tentu saja
bersama anak‐anak kebudayaan dan sistem‐sistem
kemasyarakatan yang mengikutinya.

Sudah diketahui bersama bahwa kondisi final yang
hendak dicapai oleh globalisasi sekurang‐kurangnya
sebuah pemerataan, dalam kata lain standarisasi,
ukuran‐ukuran hidup yang pragmatis, dan kebudayaan
populer. Hal ini dicapai melalui, antara lain, peng
gunaan cara berpikir yang sama; rasional dalam arti
empirik, materialistik, dan positivistik. Sebuah cara
yang mempunyai banyak fiksi, bahkan kontradiksi,
dengan beberapa pemikiran dari peradaban berbeda,
di Asia dan Afrika misalnya. Cara berpikir yang sama itu
berimplikasi pada penerapan hasil terapannya, seperti
teknologi atau sistem‐sistem yang melingkupinya
dengan berbagai prinsip, norma, dan etika baru,
misalnya dalam penyelenggaraan politik, ekonomi,
kekerabatan, komunikasi sosial, sikap keberagaman,
hubungan etnik, hak asasi manusia dan sains modern.

Pada umumnya, orang memahami hal tersebut
dengan menerima begitu saja beberapa gagasan dan
praktik kemasyarakatan, seperti demokrasi, kapitalis
me (pasar bebas), sistem hukum kontinental, dan
sistem pendidikan yang mengacu pada artes liberals
Eropa abad pertengahan. Yang paling utama dari itu
semua adalah cara atau modus‐modus ‐ sebagaimana
manusia – bereksistensi, dan meneguhkan diri sendiri.
Tentu saja modus itu memiliki akar yang sama dengan
landasan itu, yaitu akal yang ditetapkan sebagai
prosedur fondamental dalam peneguhan diri tersebut.
Sebuah mantra yang dibunyikan cendekiawan segala
bidang, Rene Descartes, “corgito ergo sum, aku
berpikir maka aku ada. Betapapun sudah banyak yang
mencoba mengoreksi mantra klasik itu, hingga saat ini
dunia pemikiran belum berhasil memunculkan mantra
baru yang lebih ampuh. (Radhar Panca Dahana,
Kompas, 11 Maret 2011)
29. Wacana di atas berbicara tentang….

5 / 10

Soal nomor 29 – 32 bacalah wacana berikut !
Meletusnya “revolusi” dengan satu tujuan
pergantian kekuasaan di seluruh Timur Tengah
belakangan ini menjadi pertanda akan tercapainya
final dari sebuah proyek globalisasi. Tentu saja
bersama anak‐anak kebudayaan dan sistem‐sistem
kemasyarakatan yang mengikutinya.

Sudah diketahui bersama bahwa kondisi final yang
hendak dicapai oleh globalisasi sekurang‐kurangnya
sebuah pemerataan, dalam kata lain standarisasi,
ukuran‐ukuran hidup yang pragmatis, dan kebudayaan
populer. Hal ini dicapai melalui, antara lain, peng
gunaan cara berpikir yang sama; rasional dalam arti
empirik, materialistik, dan positivistik. Sebuah cara
yang mempunyai banyak fiksi, bahkan kontradiksi,
dengan beberapa pemikiran dari peradaban berbeda,
di Asia dan Afrika misalnya. Cara berpikir yang sama itu
berimplikasi pada penerapan hasil terapannya, seperti
teknologi atau sistem‐sistem yang melingkupinya
dengan berbagai prinsip, norma, dan etika baru,
misalnya dalam penyelenggaraan politik, ekonomi,
kekerabatan, komunikasi sosial, sikap keberagaman,
hubungan etnik, hak asasi manusia dan sains modern.

Pada umumnya, orang memahami hal tersebut
dengan menerima begitu saja beberapa gagasan dan
praktik kemasyarakatan, seperti demokrasi, kapitalis
me (pasar bebas), sistem hukum kontinental, dan
sistem pendidikan yang mengacu pada artes liberals
Eropa abad pertengahan. Yang paling utama dari itu
semua adalah cara atau modus‐modus ‐ sebagaimana
manusia – bereksistensi, dan meneguhkan diri sendiri.
Tentu saja modus itu memiliki akar yang sama dengan
landasan itu, yaitu akal yang ditetapkan sebagai
prosedur fondamental dalam peneguhan diri tersebut.
Sebuah mantra yang dibunyikan cendekiawan segala
bidang, Rene Descartes, “corgito ergo sum, aku
berpikir maka aku ada. Betapapun sudah banyak yang
mencoba mengoreksi mantra klasik itu, hingga saat ini
dunia pemikiran belum berhasil memunculkan mantra
baru yang lebih ampuh. (Radhar Panca Dahana,
Kompas, 11 Maret 2011)
30. Wacana di atas mengisyaratkan bahwa tujuan
globalisasi adalah….

6 / 10

Soal nomor 29 – 32 bacalah wacana berikut !
Meletusnya “revolusi” dengan satu tujuan
pergantian kekuasaan di seluruh Timur Tengah
belakangan ini menjadi pertanda akan tercapainya
final dari sebuah proyek globalisasi. Tentu saja
bersama anak‐anak kebudayaan dan sistem‐sistem
kemasyarakatan yang mengikutinya.

Sudah diketahui bersama bahwa kondisi final yang
hendak dicapai oleh globalisasi sekurang‐kurangnya
sebuah pemerataan, dalam kata lain standarisasi,
ukuran‐ukuran hidup yang pragmatis, dan kebudayaan
populer. Hal ini dicapai melalui, antara lain, peng
gunaan cara berpikir yang sama; rasional dalam arti
empirik, materialistik, dan positivistik. Sebuah cara
yang mempunyai banyak fiksi, bahkan kontradiksi,
dengan beberapa pemikiran dari peradaban berbeda,
di Asia dan Afrika misalnya. Cara berpikir yang sama itu
berimplikasi pada penerapan hasil terapannya, seperti
teknologi atau sistem‐sistem yang melingkupinya
dengan berbagai prinsip, norma, dan etika baru,
misalnya dalam penyelenggaraan politik, ekonomi,
kekerabatan, komunikasi sosial, sikap keberagaman,
hubungan etnik, hak asasi manusia dan sains modern.

Pada umumnya, orang memahami hal tersebut
dengan menerima begitu saja beberapa gagasan dan
praktik kemasyarakatan, seperti demokrasi, kapitalis
me (pasar bebas), sistem hukum kontinental, dan
sistem pendidikan yang mengacu pada artes liberals
Eropa abad pertengahan. Yang paling utama dari itu
semua adalah cara atau modus‐modus ‐ sebagaimana
manusia – bereksistensi, dan meneguhkan diri sendiri.
Tentu saja modus itu memiliki akar yang sama dengan
landasan itu, yaitu akal yang ditetapkan sebagai
prosedur fondamental dalam peneguhan diri tersebut.
Sebuah mantra yang dibunyikan cendekiawan segala
bidang, Rene Descartes, “corgito ergo sum, aku
berpikir maka aku ada. Betapapun sudah banyak yang
mencoba mengoreksi mantra klasik itu, hingga saat ini
dunia pemikiran belum berhasil memunculkan mantra
baru yang lebih ampuh. (Radhar Panca Dahana,
Kompas, 11 Maret 2011)
31. Landasan modus globalisasi menurut wacana di
atas adalah….

7 / 10

Soal nomor 29 – 32 bacalah wacana berikut !
Meletusnya “revolusi” dengan satu tujuan
pergantian kekuasaan di seluruh Timur Tengah
belakangan ini menjadi pertanda akan tercapainya
final dari sebuah proyek globalisasi. Tentu saja
bersama anak‐anak kebudayaan dan sistem‐sistem
kemasyarakatan yang mengikutinya.

Sudah diketahui bersama bahwa kondisi final yang
hendak dicapai oleh globalisasi sekurang‐kurangnya
sebuah pemerataan, dalam kata lain standarisasi,
ukuran‐ukuran hidup yang pragmatis, dan kebudayaan
populer. Hal ini dicapai melalui, antara lain, peng
gunaan cara berpikir yang sama; rasional dalam arti
empirik, materialistik, dan positivistik. Sebuah cara
yang mempunyai banyak fiksi, bahkan kontradiksi,
dengan beberapa pemikiran dari peradaban berbeda,
di Asia dan Afrika misalnya. Cara berpikir yang sama itu
berimplikasi pada penerapan hasil terapannya, seperti
teknologi atau sistem‐sistem yang melingkupinya
dengan berbagai prinsip, norma, dan etika baru,
misalnya dalam penyelenggaraan politik, ekonomi,
kekerabatan, komunikasi sosial, sikap keberagaman,
hubungan etnik, hak asasi manusia dan sains modern.

Pada umumnya, orang memahami hal tersebut
dengan menerima begitu saja beberapa gagasan dan
praktik kemasyarakatan, seperti demokrasi, kapitalis
me (pasar bebas), sistem hukum kontinental, dan
sistem pendidikan yang mengacu pada artes liberals
Eropa abad pertengahan. Yang paling utama dari itu
semua adalah cara atau modus‐modus ‐ sebagaimana
manusia – bereksistensi, dan meneguhkan diri sendiri.
Tentu saja modus itu memiliki akar yang sama dengan
landasan itu, yaitu akal yang ditetapkan sebagai
prosedur fondamental dalam peneguhan diri tersebut.
Sebuah mantra yang dibunyikan cendekiawan segala
bidang, Rene Descartes, “corgito ergo sum, aku
berpikir maka aku ada. Betapapun sudah banyak yang
mencoba mengoreksi mantra klasik itu, hingga saat ini
dunia pemikiran belum berhasil memunculkan mantra
baru yang lebih ampuh. (Radhar Panca Dahana,
Kompas, 11 Maret 2011)
32. Globalisasi dalam wacana di atas berimplikasi
pada….

8 / 10

Soal nomor 33 – 35 bacalah wacana berikut !
Hari masih pagi ketika jembatan besar di pusat
kota Agats sudah penuh dilalui anak‐anak berseragam
sekolah pada akhir November tahun lalu. Jembatan
beton selebar 2 meter itu adalah jalan utama di kota
dan sering dijuluki jalan tol oleh warga setempat. Jalan
tersebut tersambung dengan jembatan‐jembatan kayu
kecil yang menghubungkan semua rumah, kantor, dan
pusat keramaian, seperti pasar dan pelabuhan. Kota di
hilir sungai Atsewtsy itu berdiri di atas lumpur dan
rawa, sehingga semua bangunan harus berbentuk
panggung dengan tiang setinggi satu meter. Bila air
surut, hanya jembatan itu tempat orang dan motor
listrik, yang lagi menjadi tren di sana, yang dapat
melewati. Bila pasang, air sungai akan mencapai
tengah kota, sehingga perahu‐perahu kecil dapat
berlabuh di samping rumah.

Hidup anak‐anak Asmat tergantung pada orang
tua mereka, yang umumnya bekerja sebagai nelayan,
berkebun, dan mencari sagu serta gaharu di hutan. “ Di
luar sekolah saya bantu keluarga menjaga kios,” kata
Antonious. “Tapi beberapa teman saya berkali‐kali
harus izin tidak masuk sekolah karena mencari sagu
bersama orang tua mereka. Setidaknya mereka izin
tiga hari”. Longginus berasal dari Yaosakor, sekitar tiga
jam perjalanan dari Agats dengan naik perahu
bermotor. Pendidikan Longginus hampir berantakan
ketika dia tidak bisa masuk SMA karena ketiadaan
biaya, tetapi terselamatkan setelah mendapat bantuan
biaya dari BRI Agats dan beasiswa pemerintah. Meski
yatim piatu dia masih bisa bersekolah lancar karena
bapak angkatnya kini adalah sekretaris desa. Namun,
“Saya bantu bapak berjualan ikan asin di pasar Agats
untuk beli buku dan pensil”, kata siswa yang
menduduki peringkat kedua di kelasnya itu. (Tempo, 7,
18 Febr 2011)
33. Wacana di atas mengindikasikan bahwa….

9 / 10

Soal nomor 33 – 35 bacalah wacana berikut !
Hari masih pagi ketika jembatan besar di pusat
kota Agats sudah penuh dilalui anak‐anak berseragam
sekolah pada akhir November tahun lalu. Jembatan
beton selebar 2 meter itu adalah jalan utama di kota
dan sering dijuluki jalan tol oleh warga setempat. Jalan
tersebut tersambung dengan jembatan‐jembatan kayu
kecil yang menghubungkan semua rumah, kantor, dan
pusat keramaian, seperti pasar dan pelabuhan. Kota di
hilir sungai Atsewtsy itu berdiri di atas lumpur dan
rawa, sehingga semua bangunan harus berbentuk
panggung dengan tiang setinggi satu meter. Bila air
surut, hanya jembatan itu tempat orang dan motor
listrik, yang lagi menjadi tren di sana, yang dapat
melewati. Bila pasang, air sungai akan mencapai
tengah kota, sehingga perahu‐perahu kecil dapat
berlabuh di samping rumah.

Hidup anak‐anak Asmat tergantung pada orang
tua mereka, yang umumnya bekerja sebagai nelayan,
berkebun, dan mencari sagu serta gaharu di hutan. “ Di
luar sekolah saya bantu keluarga menjaga kios,” kata
Antonious. “Tapi beberapa teman saya berkali‐kali
harus izin tidak masuk sekolah karena mencari sagu
bersama orang tua mereka. Setidaknya mereka izin
tiga hari”. Longginus berasal dari Yaosakor, sekitar tiga
jam perjalanan dari Agats dengan naik perahu
bermotor. Pendidikan Longginus hampir berantakan
ketika dia tidak bisa masuk SMA karena ketiadaan
biaya, tetapi terselamatkan setelah mendapat bantuan
biaya dari BRI Agats dan beasiswa pemerintah. Meski
yatim piatu dia masih bisa bersekolah lancar karena
bapak angkatnya kini adalah sekretaris desa. Namun,
“Saya bantu bapak berjualan ikan asin di pasar Agats
untuk beli buku dan pensil”, kata siswa yang
menduduki peringkat kedua di kelasnya itu. (Tempo, 7,
18 Febr 2011)
34. Dengan kondisi alam dan ekonomi seperti itu,
dapat diduga bahwa….

10 / 10

Soal nomor 33 – 35 bacalah wacana berikut !
Hari masih pagi ketika jembatan besar di pusat
kota Agats sudah penuh dilalui anak‐anak berseragam
sekolah pada akhir November tahun lalu. Jembatan
beton selebar 2 meter itu adalah jalan utama di kota
dan sering dijuluki jalan tol oleh warga setempat. Jalan
tersebut tersambung dengan jembatan‐jembatan kayu
kecil yang menghubungkan semua rumah, kantor, dan
pusat keramaian, seperti pasar dan pelabuhan. Kota di
hilir sungai Atsewtsy itu berdiri di atas lumpur dan
rawa, sehingga semua bangunan harus berbentuk
panggung dengan tiang setinggi satu meter. Bila air
surut, hanya jembatan itu tempat orang dan motor
listrik, yang lagi menjadi tren di sana, yang dapat
melewati. Bila pasang, air sungai akan mencapai
tengah kota, sehingga perahu‐perahu kecil dapat
berlabuh di samping rumah.

Hidup anak‐anak Asmat tergantung pada orang
tua mereka, yang umumnya bekerja sebagai nelayan,
berkebun, dan mencari sagu serta gaharu di hutan. “ Di
luar sekolah saya bantu keluarga menjaga kios,” kata
Antonious. “Tapi beberapa teman saya berkali‐kali
harus izin tidak masuk sekolah karena mencari sagu
bersama orang tua mereka. Setidaknya mereka izin
tiga hari”. Longginus berasal dari Yaosakor, sekitar tiga
jam perjalanan dari Agats dengan naik perahu
bermotor. Pendidikan Longginus hampir berantakan
ketika dia tidak bisa masuk SMA karena ketiadaan
biaya, tetapi terselamatkan setelah mendapat bantuan
biaya dari BRI Agats dan beasiswa pemerintah. Meski
yatim piatu dia masih bisa bersekolah lancar karena
bapak angkatnya kini adalah sekretaris desa. Namun,
“Saya bantu bapak berjualan ikan asin di pasar Agats
untuk beli buku dan pensil”, kata siswa yang
menduduki peringkat kedua di kelasnya itu. (Tempo, 7,
18 Febr 2011)
35. Judul yang tepat untuk wacana di atas adalah….

Your score is

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *